Pelanggaran Netralitas ASN Jelang Pemilu dan Pemilihan 2024 Mencuat, Anomali Data Jadi Sorotan
KabarKlik.com – Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengungkapkan adanya anomali data terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN dalam gelaran Pilkada serentak 2020 dan jelang Pemilu dan pemilihan tahun 2024.
Pada Pilkada serentak 2020 yang melibatkan 270 daerah, tercatat 2.034 ASN dilaporkan dan 1.597 ASN (78,5%) di antaranya terbukti melanggar netralitas. Sementara jelang Pemilu dan pemilihan 2024 yang akan diikuti oleh 38 Provinsi dan 514 Kabupaten/Kota, KASN memprediksi akan terjadi peningkatan yang signifikan terkait pelanggaran netralitas ASN. Namun, kenyataannya laporan yang diterima KASN bertolak belakang dengan prediksi tersebut.
Wakil Ketua KASN, Tasdik Kinanto, mengungkapkan bahwa pelanggaran netralitas ASN jelang Pemilu dan pemilihan 2024 tergolong nekat. ASN dilaporkan menggunakan sumber daya birokrasi, merekayasa regulasi, memobilisasi sumber daya manusia, mengalokasikan anggaran, memberikan bantuan program, hingga menggunakan fasilitas sarana/prasarana untuk menunjukkan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon.
Ketua JAGA Pemilu, Erry Riyana Hardjapamekas, berpendapat bahwa fenomena pelanggaran netralitas ASN tersebut dilatarbelakangi oleh adanya konflik kepentingan yang mengganggu integritas ASN. Oleh karena itu, ia mengajak ASN untuk tetap menjaga netralitas dan melaporkan jika mendapat tekanan atau perintah ketidaknetralan.
Sementara itu, Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menegaskan bahwa penyelenggara Pemilu juga harus diawasi netralitasnya. Jika melanggar etika netralitas, maka akan mendapatkan sanksi yang lebih berat karena terikat dengan Kode Etik dan Disiplin ASN serta Kode Etik Penyelenggara pemilu.
Ahli Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar, berpendapat bahwa independensi lembaga negara dalam mengawasi netralitas ASN jelang Pemilu dan pemilihan 2024 masih belum maksimal. Ia menyarankan agar Indonesia berbenah untuk mengembalikan demokrasi ke publik, membentuk kelembagaan alternatif yang independen, serta merapikan tiga perundang-undangan krusial, yaitu Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, dan Undang-Undang Lembaga Kepresidenan.