KabarKlik.com – Oleh : Ananda Prameswari
Literasi digital menjadi sangat penting untuk membantu mewujudkan pelaksanaan pesta demokrasi dan kontestasi politik dalam perhelatan Pemilu 2024 secara damai. Melihat begitu pentingnya literasi digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI) bersama dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) serta Google Indonesia menyelenggarakan kegiatan literasi digital untuk menangkal segala bentuk konten negatif dalam rangka mewujudkan Pemilu yang aman dan damai.
Menkominfo Budi Arie Setiadi menyampaikan bahwa kebutuhan akan literasi digital saat ini semakin nyata, terutama di tengah suasana penyelenggaraan Pemilu yang dihadapi всей masyarakat Indonesia. Munculnya konten yang melanggar peraturan perundangan, mengandung disinformasi, dan misinformasi sangat mudah beredar di tengah masyarakat. Bahkan, konten berisi informasi yang tidak benar atau hoaks terus beredar. Sebagai contoh, pada 17 Januari 2024 lalu, terdapat unggahan video mengenai kotak suara ganda di Makassar, yang merupakan upaya manipulasi kepercayaan masyarakat pada institusi Pemilu.
Untuk menanamkan kewaspadaan dan menyelamatkan masyarakat dari penyebaran hoaks dan konten negatif lainnya, Pemerintah melalui Kemenkominfo terus mengadakan gerakan literasi digital yang berfokus pada empat pilar materi, yaitu digital skills, digital safety, digital culture, dan digital ethics. Selain itu, ada beberapa langkah sederhana yang dapat diterapkan masyarakat agar tidak mudah menjadi korban berita hoaks.
Pertama, masyarakat harus membaca dengan hati-hati setiap informasi yang diterima, terutama dari media sosial. Kedua, masyarakat diharapkan dapat melakukan pengecekan kebenaran informasi tersebut. Jika hasil pengecekan menunjukkan bahwa informasi itu salah, jangan disebarluaskan, terutama jika mengandung isu sensitif seperti Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
Direktur Information and Communication Technology (ICT), Indriyanto Banyumurti, menyampaikan bahwa Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menemukan sebanyak 646 hoaks mengenai Pemilu yang tersebar di media sosial sepanjang tahun 2023. Temuan ini menunjukkan bahwa masyarakat belum mampu melindungi diri dari paparan berita bohong di media sosial. Beberapa warga masih berasumsi bahwa informasi yang masuk ke internet atau media sosial adalah nyata. Padahal, dalam media sosial dan internet, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi produsen informasi, sehingga sangat rawan terjadi penyebaran berita bohong.
Selain itu, dalam media sosial juga terdapat algoritma filter bubble, yang menyaring berbagai informasi agar pengguna betah berlama-lama di platform tersebut. Cara kerja filter bubble adalah menyatukan informasi yang disukai pengguna dan membuang informasi yang tidak disukai. Dengan kata lain, asupan informasi seseorang tergantung dari preferensinya. Oleh karena itu, masyarakat dianjurkan untuk tetap bersikap positif di media sosial agar terhindar dari konten negatif, termasuk penyebaran hoaks.
Untuk mengetahui apakah informasi yang didapat itu hoaks atau bukan, masyarakat dapat menggunakan logika yang kuat. Hoaks biasanya menyerang dan memainkan emosi seseorang terlebih dahulu. Oleh karena itu, masyarakat harus berpikir kritis ketika menerima informasi, terutama dari media sosial.
Seorang konten kreator, Adhy Basto, menjelaskan bahwa pencegahan penyebaran hoaks dapat dimulai dengan menahan diri agar tidak mudah terprovokasi. Hoaks dapat terus berkembang biak seiring berjalannya waktu. Dalam kaitannya dengan Pemilu, hoaks terus digaungkan oleh segelintir pihak yang tidak ingin bangsa ini hidup dalam perdamaian di masa Pemilu. Mereka akan terus menyebarkan berbagai isu untuk menyerang pihak lain sehingga terjadi perpecahan.
Oleh karena itu, literasi digital menjadi sangat penting untuk terus digaungkan dan dimiliki masyarakat. Literasi digital yang baik akan membantu masyarakat terhindar dari penyebaran hoaks dan menjaga kesatuan serta persatuan bangsa ini selama masa Pemilu.